Seorang Budayawan

Feature

Street Rebel,

Pemberontakan Skuter Taufik Monyong

Di tangan Taufik Monyong, 35 tahun, tujuh skuter rongsokan bisa menjadi media pembrontakan yang efektif. Perupa bernama asli Taufik Hidayat itu mengkreasi bangkai skuter dengan berbagai cara, sehingga seolah-olah penuh luka. Misalnya, dia merusak seluruh bodi vespa butut itu dengan coblosan jeruji besi, baut serta sebatang besi runcing.

Ada pula skuter reot yang harus dimuati tong besar, sehingga kendaraan kaum menengah ke bawah itu makin terlihat tertatih-tatih. Itulah karya seni Taufik yang dipamerkan di Gallery Orasis, Jalan HR Muhammad, Surabaya. Pameran yang dibuka Walikota Surabaya Bambang Dwi Hartono pada Jumat malam kemarin itu akan berlangsung hingga 30 April mendatang.

Street Rebel, itulah tema performing art yang diusung Taufik. Selain menggeber seni instalasi, Taufik, alumnus Universitas Negeri Surabaya, juga memajang puluhan lukisannya sendiri. Sama dengan performing art yang dia tampilkan, tema lukisan Taufik seluruhnya bersiksar soal skuter.

Menurut Taufik, vespa adalah simbol kemerdekaan. Alasannya, kata dia, skuter adalah satu-satunya kendaraan yang jarang disemprit polisi ataupun diembat pencuri. Dengan media skuter, Taufik ingin memberontak dan keluar dari belenggu kehidupan yang menghimpit. "Hidup ini penuh dengan jebakan, dengan media skuter saya ajak masyarakat tidak terjebak ke dalam killing groud," katanya.

Performing art dengan merusak benda-benda seperti skuter, boleh dibilang masih asing di Indonesia, khususnya di Surabaya. Tapi di kota-kota besar mancanegara, karya seni yang demikian itu sudah menjadi suatu hal yang biasa. "Ini gerakan kesenian," ujar Taufik.

Perupa Agus "Koecink" Sukamto masih melihat Taufik sebagai seniman muda yang jiwanya meledak-ledak. Karakter "berangasan" itu, kata Agus, tak lepas dari jiwa demonstran yang dimiliki Taufik. Sebab, pada 1998 Taufik adalah salah seorang demonstran terkenal di Surabaya. Dalam berunjukrasa, Taufik tak melulu mengerahkan massa tapi juga seorang diri. "Tubuh Taufik selalu bergerak bila ada sesuatu yang menindas," kata Agus menjelaskan.

Vespa Dan Seni Jalanan Taufik Monyong

Oleh : Agus (Koecink) Sukamto (Perupa, Pemerhati Seni Rupa)

Kalau menghubungkan keduanya memang aneh tetapi itulah realitas yang ada. Sosok Monyong panggilan sehari-hari merupakan salah satu seniman yang nyentrik. Bergerak terus dari zaman orba sampai sekarang. Siapa yang dibela dan dilawan semuanya nampak sebagai perjuangan dalam perjalanan hidupnya. Lalu apa hubungan dia dengan seni?, seni telah menyatu dengan kehidupan jalanan maka banyak orang menyebut dia sosok demontran yang kreatif. Berdemo dengan bahasa seni rupa.apapun yang dipakai membuat khalayak heran apakah dia seniman atau demontran, dan aktivis pergerakan.

Dengan latar belakang pendidikan seni rupa yang diperoleh di kampus IKIP Surabaya saat itu. Monyong berpidato dijalanan pada saat menjelang jatuhnya kekuasaan Orba, seperti layaknya seorang presiden dengan suaranya yang tak henti-hentinya memprovokasi massa bergerak dari satu jalanan ke jalanan yang lainnya. Ya itulah awal dari seni pertunjukan jalanannya.Seni rupa menjadi media untuk memperlihatkan siapa yang tidak membela rakyat dengan cara membuat performance art jalanan. Berbagai aksi, antraksi, dan seni menjadi satu guna mengingatkan penguasa yang lengah dalam menjalankan tugasnya.Mengapa Vespa menjadi perangkat untuk menguasai jalanan.Menurutnya Vespa multiperan, bisa sebagai media iklan, orasi, pertunjukan. Peran vespa monyong bisa menjadi media iklan dengan membuat tulisan, dan membawa Banner juga lukisan. Vespa adalah jiwa, keringat, dan darah yang menyatu dengan kehidupan jalanan monyong.

Vespa menjadi menjadi ide penciptaan karya yang kemudian dieksplorasi sedemikian rupa. Karya yang terakhir menunjukan bagaimana vespa monyong tidak hanya menjadikan media tetapi menjadi juga inspirasi dalam penciptaan karya baik tiga dimensi maupun dua dimensi. Begitulah seniman kalau sedang banyak inspirasi apapun bisa menjadi karya seni.Suatu saat pada pertemuan perforamance art yang dihadiri 5 negara di CCCL (Pusat Kebudayaan Perancis),Monyong beraksi dengan berpidato didepan kantor tersebut dengan hanya menggunakan celana dalam, vespa kesayangannya diparkir ditepi dengan bendera merah putih selalu ada dalam setiap aksi pertunjukannya. Ketika Pembukaan Biennale Jatim III 2009,vespa menjadi corong dan salah satu karya performance artnya.

Pada pameran kali ini, vespa-vespa itu dirusak sedemikian menjadi bentuk-bentuk seni dalam konteks kekinian. Ada yang diberi kawat,benda seperti corong, tameng,pedang, tong,dan sebagainya.Vespa ibarat tubuhnya yang selalu menerima beban untuk dijadikan media menyuarakan suara kaum yang lemah dan tertindas. Tetapi bisa sebaliknya vespa bisa berarti sesuatu yang kuat yang terus bergerak bagaikan tubuh Taufik sendiri yang selalu bergerak ketika ada satu kekuatan yang menindas. Semangat berkeseniannya menggelora seperti saat ia berpidato menyulut para pendemo untuk terus bergerak menumbangkan rejim Orde Baru. Kini Taufik berjalan sendiri dijalanan dengan pertunjukan-pertunjukan seninya yang orang terkadang menjadi bingung apakah itu seni atau demo?

Jalanan menjadi media untuk menyalurkan, menjadi inspirasi, dan menciptakan karya seni. Dijalanan pula hidupnya akan terus berjalan ditengah derunya roda-roda yang berjalan saling berebut untuk menuju suatu tempat. Kehidupan Monyong dan Kehidupan jalanan saling bertautan, kerasnya kehidupan jalanan juga mewarnai kerasnya karya-karya yang ditampilkan kali ini. Vespa-vespa yang telah berpindah diatas kanvas, dengan warna-warna merah,kuning,hijau menampakan emosi dari Taufik yang terus menggelora.

Ayo Bung Terus Bergerak...!

Mogok Makan

Sedikitnya lima orang yang mengatasnamakan dirinya Solidaritas Arek Suroboyo menggelar aksi mogok makan di depan gedung DPRD Surabaya, Kamis (6/5/2010).

Mereka memprotes kebijakan Pemkot Surabaya dan Polwiltabes dalam menertibkan tiga pasar tradisional. Seperti diketahui, Pemkot dan Polwiltabes Surabaya memblokir akses masuk bagi supplier sayuran dari daerah yang hendak menuju ketiga pasar yang akan ditertibkan, di antaranya adalah Pasar Koblen, Pasar Keputran, dan Pasar Peneleh. Akibatnya, banyak distributor yang mengalami kerugian akibat pemblokiran tersebut.

Taufik Monyong, koordinator aksi, mengatakan, bahwa dalam kasus ini pemerintah tidak memikirkan efek sosial yang ditimbulkan dari pemblokiran akses masuk pasar terhadap supplier sayur-mayur serta buah-buahan tersebut. menurut Taufik, kerugian materi yang ditimbulkan akibat langkah pemkot itu sangat besar. Pasalnya, barang seperti sayur dan buah mudah rusak (busuk) jika tidak segera distribusikan.

"Dalam hal ini, pemerintah dan pihak kepolisian tidak berpikir panjang dalam mengambil langkah. Tujuannya memindah pedagang ke PIOS, namun efeknya sangat besar dan masyarakat yang harus menanggung," ujar Taufik saat dikonfirmasi di sela - sela aksi mogok makan di depan gedung DPRD Surabaya, Kamis (6/5/2010).

Tak hanya itu, Taufik mengatakan bahwa banyak pedagang serta masyarakat yang terdampak akibat aksi pemkot tersebut. Saat ini para pedagang makanan dan pengecer yang biasanya membeli keperluan di Pasar Keputran harus dibingungkan dengan langkanya stok sayur-mayur dengan harga grosir.

"Banyak keluhan dari pedagang makanan dan pengecer karena tidak ada barang di Pasar Keputran," imbuh Taufik.

Aksi mogok makan ini ditujukan kepada DPRD Surabaya, agar menjadi jembatan penghubung antara pemkot dan pedagang. Taufik mengancam bahwa pihaknya akan terus menggelar aksi mogok makan hingga tuntutannya dipenuhi. "Kami ingin DPRD segera menyelesaikan kasus ini. Kami bertekad terus menggelar aksi hingga permasalahan ini tuntas," pungkasnya.

Dengan membeber tikar sebagai alas dan menempel poster yang berisi kritikan terhadap kebijakan pemkot, para peserta aksi mogok makan terlihat duduk - dukuk di sampaing pintu masuk gedung DPRD Surabaya. Setiap tamu yang masuk akan disuguhi dengan pemandangan aksi mogok makan yang mereka lakukan.[air/rif]

taken from: Surabaya (beritajatim.com)
 
© Taufik Monyong
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top